Selasa, 03 April 2012

Suatu Hari di Kantor Polisi



SUATU hari yang biasa-biasa saja, saya mengantar seorang teman ke kantor Polsek di kawasan Bandung Utara. Dia terpaksa harus mengurus surat keterangan kehilangan kartu asuransi. Kartu itu sebenarnya tidak hilang, tapi ia tinggalkan di Jepang bersama sejumlah berkas lainnya yang ia pikir tidak lagi penting. Dan ketika ia hendak mengurus suatu hal yang ada hubungannya dengan asuransi, kartu itu harus ada. Dan jika hilang, harus ada keterangan kehilangan dari kepolisian.

Tentu saja mustahil meminta surat keterangan kehilangan itu pada kepolisian Tokyo di Jepang sana. Maka mulailah kami mengarang sebuah cerita, bahwa kartu asuransi itu hilang tiga hari yang lalu. Mungkin dalam perjalanan dari rumah ke kantor, dalam angkot.


Di kantor polsek kami langsung menuju ruang pelayanan masyarakat. Di situ sudah ada beberapa orang yang tampaknya juga sedang mengurus surat itu dan ini. Kami duduk di sebuah sofa empuk yang disediakan. Tak jauh dari meja kecil tempat seorang petugas menerima dan melayani kami satu persatu. Ia bekerja dengan sebuah komputer.

Di ruang itu ada sebuah pesawat televisi, ukuran 21 inci. Nemplok di sudut ruangan. Tapi yang membuat saya kaget adalah tayangan dalam pesawat televisi itu. Sekilas saya memerhatikan adegan yang ditayangkan, sejumlah lelaki sedang santai di sebuah ruangan beralaskan karpet biru. Saya kaget ternyata itu adalah tayangan CCTV dari kamar tahanan. Tentu saja saya gembira karena seumur hidup baru kali ini saya melihat aktivitas orang yang sedang berada dalam tahanan.

Mendadak saja jadi saya merinding. Mungkin CCTV itu berfungsi sebagai pengawasan. Tapi, dengan menayangkannya di ruang pelayanan masyarakat mau tak mau mereka sedang dijadikan tontonan. Sebatas pengetahuan saya, apapun yang telah disangkakan pada seseorang sehingga ia dianggap layak ditahan, belumlah niscaya ia seorang penjahat sampai ia diadili dan divonis.

Saya tidak tahu apa alasan tayangan CCTV itu dipertontonkan di ruangan semacam ini. Saya tidak tahu, apakah penayangan CCTV itu sebuah kejahatan atau bukan. Yang jelas, para tahanan itu, sekali lagi, sedang dipermalukan. Bagaimana jika ternyata di pengadilan nanti salah seorang di antara mereka ternyata divonis bebas dan tak bersalah?  

Tapi apapun, sambil menunggu, akhirnya kami asyik menonton mereka. Lalu terdengarlah Adzan Zuhur. Para tahanan tampak menghentikan kegiatan mereka. Seseorang menyapu karpet biru itu. Yang lain bergerak menghilang ke suatu ruangan. Mungkin sudah waktunya makan siang. Tapi ternyata tidak. Mereka shalat Dzuhur, berjamaah!

Berbagai pikiran berkecamuk dalam kepala saya.  Apakah para penjahat itu tahu bahwa mereka sedang disorot oleh CCTV, lalu mereka shalat untuk memberi kesan bahwa mereka bukan penjahat, seperti para koruptor Indonesia yang doyan pakai jilbab dan baju takwa di pengadilan? Lalu apa yang saya pikirkan beranak-pinak hingga ihwal betapa rumitnya hubungan Tuhan dan manusia itu, fungsi ritual agama dan perilaku sosial, sampai betapa Tuhan kerap hanya jadi pelarian ketika manusia dilanda ketakutan dan merasa tertekan.

Sebelum pikiran saya terus berbiak, saya seolah ditegur oleh semacam kesimpulan bahwa ibadah seseorang itu adalah urusan pribadi dia dengan Tuhan. Apapun niat dan musababnya para penjahat itu shalat, bukanlah urusan saya. Tapi satu hal, di negeri ini kejahatan dan ritual ibadah itu adalah soal yang berbeda. Seperti orang pergi umroh dan naik haji dengan uang hasil korupsi. Semuanya bukan perkara hitam-putih.

Kami meninggalkan kantor polsek ketika CCTV itu masih menayangkan para tahanan yang sedang shalat Dzuhur.  Surat keterangan kehilangan dari kepolisian itu beres. Tentu tak mungkin teman saya itu menceritakan bahwa kartu asuransi itu sebenarnya tidaklah hilang. Kami tidak tahu, apakah dengan cerita karangan itu kami termasuk penjahat atau bukan. 

Yang jelas, kami langsung menuju ke arah masjid. Ada rumah makan Padang di sebelahnya. Sudah waktunya makan siang.**  


  

2 komentar:

  1. mungkin kalau di dunia media, dibuatnya firewall antara divisi marketing dan berita..biar tdk saling mengganggu. di satu tubuh tapi melakukan dua hal yg berbeda dan bisa bertolak belakang... meureun eta oge :)

    BalasHapus
  2. enteng membacanya, meskipun berat masakan Anda :)
    terima kasih atas hidangan ini.

    BalasHapus