---Ahda
Imran, penyair dan esais
SANGAT
sulit memisahkan hubungan agama dan ekonomi, untuk tidak menyebutnya niscaya. Nyaris
tak ada aktivitas keagamaan yang tidak menimbulkan aktivitas produksi,
distribusi, konsumsi, atau memengaruhi grafik permintaan-penawaran. Tentu tidaklah
sulit menemukan contohnya. Naiknya grafik permintaan-penawaran kambing atau
sapi menjelang Hari Raya Idul Adha, atau kenaikan harga tiket berbagai angkutan
seiring tingginya angka permintaan menjelang lebaran. Yang sakral di situ memberi berkah bagi yang
profan.
Dalam hubungan semacam itu, ritus agama hadir sebagai fenomena yang
berkuasa atas tubuh penganutnya. Tubuh ritus yang hadir secara independen dan
otonom. Tubuh yang identifikasinya bisa dibaca dari Mircea Eliade (1949), yakni,
fenomena yang tidak bisa diartikan
sebagai produk realitas yang lain. Singkatnya, tubuh ritus ialah tubuh yang tak
berkorespondensi dengan realitas lain kecuali dengan realitas yang sakral,
dengan yang transenden. Sedangkan yang profan lebih hadir kemudian, dan tak
memiliki kesanggupan untuk memengaruhi tubuh ritus.