Oleh Ahda Imran
Utami Dewi Godjali |
Yang
tinggal hanya sebatang pohon itu, tumbuh bersama ingatan Mey pada orang mati
dan peristiwa kematiannya. Tidak, bukan
sebatang pohon. Kau tahu bukan, ada banyak lagi pohon serupa itu, tumbuh di
tepi jalan, di seberang Istana Presiden. Dalam bayangan Mey pohon-pohon itu
memiliki batang dan dahan yang hitamnya menyerupai arang. Jika hujan turun, air
di seluruh pepohonan itu menjadi merah, menetes atau bergelayutan di daun dan
dahannya. Bila kau melewatinya lalu tempias datang dari arah pepohonan itu, kau
akan terkejut menemukan pakaianmu dipenuhi percik darah.
Bapak mustahil tidak mengetahui hubungan Mey dengan pohon
itu. Tetapi, Bapak membiarkan pohon itu tetap tumbuh sekaligus mengawasi
pertumbuhannya, memangkasnya jika ranting dan dahan-dahannya sudah kelewat
rimbun. Bapak tak pernah berpikir untuk menebangnya. Dan itu sengaja dilakukan
Bapak untuk menyakiti ingatan Mey.