--Ahda
Imran, penyair dan
esais
KETIKA
nama Ani Yudhoyono santer disebut sebagai capres yang bakal diusung oleh Partai
Demokrat (PD) dalam pilpres 2014 mendatang,
serta merta oranng diingatkan pada satu alasan ihwal realitas demokrasi.
Realitas yang mesti dipahami sebagai konsensus hak politik setiap warga negara.
Apalagi, alasan itu menguatkan dirinya dengan realitas konstitusi yang tak ada
satu pun bagiannya, yang paling kecil dan tersirat pun, mengatur dikurangi atau ditambahnya hak politik
seorang warga negara hanya karena ia ditakdirkan menjadi seorang istri presiden,
seperti Ani Yudhoyono.
Mengurangi haknya karena alasan seperti itu,
merupakan penyangkalan atas takdir demokrasi yang secara tegas memisahkan domain
publik dan domain domestik. Dari ingatan
semacam ini pula orang diajak memahami kemunculan para istri pejabat daerah ke tengah
arena pertarungan politik (pilkada bupati/walikota). Fenomena politik yang tak
ubahnya dengan transfer kekuasaan, istri menggantikan jabatan suami yang habis
masa jabatannya.